Nursing Care for Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) is defined as lung parenchyma inflammation occurring 48 hours or more after endotracheal intubation and mechanical ventilation initiation. It is a common nosocomial infection in ICU patients, with significant morbidity and mortality rates. Etiology of VAP involves a wide spectrum of microorganisms, mainly gram-negative bacteria. Prompt recognition, appropriate management, and infection control practices are crucial in the care of VAP patients.
Download Presentation
Please find below an Image/Link to download the presentation.
The content on the website is provided AS IS for your information and personal use only. It may not be sold, licensed, or shared on other websites without obtaining consent from the author. Download presentation by click this link. If you encounter any issues during the download, it is possible that the publisher has removed the file from their server.
E N D
Presentation Transcript
Asuhan Keperawatan pada Pasien Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Pengertian Ventilator Associated Pneumonia (VAP) VAP didefinisikan sebagai inflamasi parenkim paru yang muncul 48 jam/lebih setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis.
Menurut American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru dan menetap pada foto thoraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto torak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Rozaliyani dkk, 2010).
Menurut Fartoukh, 2003 VAP merupakan infeksi nosokomial akibat pemasangan ventilator yang paling sering terjadi di ICU yang sampai sekarang masih menjadi masalah perawatan kesehatan di rumah sakit seluruh dunia. Linch, 1997 dalam Tietjen, 2004 juga menyatakan bahwa pneumonia nosokomial menjadi penyebab kematian tertinggi mencapai 30 % angka mortalitasnya.
Etiologi VAP ditentukan berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu: 1. Demam 2. Takikardi 3. Leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Beberapa kuman ditengarai sebagai penyebab VAP (Farthoukh dkk, 2003).
Etiologi VAP meliputi spectrum mikroorganisme yang luas, dapat bersifat polimikrobial tetapi jarang disebabkan oleh jamur atau virus pada pasien imunokompeten. Mikroorganisme yang berperan dalam etiologi VAP dapat berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya.
Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negative (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratia marcescens, Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Methicillin sensitive staphylococcus aureus (MSSA).
Bakteri penyebab kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin resistan Staphylococcus aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA (Sirvent, 2003). Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus VAP, resisten intrinsik terhadap berbagai antimikroba. Resistensinya terhadap piperasilin, ceftazidim, cefepim, golongan karbapenem, aminoglikosida dan fluorokuinolon makin sering dilaporkan di Amerika Serikat.
Klasifikasi Menurut Rello dkk, 2001 berdasarkan derajat penyakit, faktor risiko dan onsetnya maka ada klasifikasi untuk mengetahui kuman penyebab VAP, sebagai berikut : Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset kapan saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini. Bakteri penyebab : Kuman Gram negative (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratia marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae dan Methicillin sensitive staphylococcus aureus (MSSA). Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajat ringan-sedang yang terjadi kapan saja selama perawatan. Bakteri penyebab : Semua bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Penderita derajat berat dan onset dini dengan faktor risiko spesifik atau onset lambat. Bakteri penyebab : Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp dan MRSA. (Rozaliyani dkk, 2010). 1. 2. 3.
Faktor Risiko Insiden pneumonia lebih sering terjadi di ICU dibanding tempat rawat biasa dan risiko mendapat pneumonia meningkat 3- 10 kali pada pasien dengan ventilasi mekanis. Faktor risiko yang berhubungan adalah usia, jenis kelamin, trauma, PPOK dan lama pemakaian ventilator telah banyak diteliti. Sebagian besar faktor risiko tersebut merupakan akibat predisposisi kolonisasi mikroorganisme patogen saluran cerna maupun aspirasi. Kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas bagian atas penting dalam prediksi pathogen penyebab VAP. Faktor risiko (Tabel 1) memberikan informasi kemungkinan infeksi paru yang berkembang pada seseorang maupun populasi, yang ternyata berperan dalam pengambilan strategi pencegahan efektif terhadap VAP. Tabel 2.1. Faktor Risiko yang Berkaitan dengan VAP pada Beberapa Penelitian
Faktor Pejamu Faktor Intervensi Antagonis H2 antasid Faktor Lain Albumin serum <2,2 g/dl Musim : Dingin Usia > _ 60 tahun Obat paralitik, sedasi intravena panas Acute Respiratory Distress Syndrome Menerima > 4 unit produk darah (ARDS) PPOK dan atau penyakit paru Penilaian tekanan intrakranial Koma atau penurunan kesadaran Ventilasi mekanis >2 hari Luka bakar dan trauma Positiveend-expiratory pressure Gagal organ Perubahan sirkuit ventilator Keparahan penyakit Reintubasi Aspirasi volume lambung Pipa nasogastric Kolonisasi lambung dan pH Posisi terlentang Kolonisasi saluran napas atas Transpor keluar dari ICU Sinusitis Antibiotika sebelumnya/tanpa antibiotika
Patofisiologi Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi, saluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana, 2007)
Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman, 2005). Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran napas bagian atas kehilangan fungsi endotrakeal, kemampuan tubuh melembabkan udara mengalami penurunan (Augustyne, 2007). karena untuk terpasang menyaring selang dan
Penatalaksanaan Pemberian antibiotik yang tepat merupakan salah satu syarat keberhasilan tatalaksana VAP. Penentuan antibiotik tersebut harus didasarkan mikroorganisme, pola resistensi di lokasi setempat, pemilihan jenis obat berdasarkan pertimbangan rasional, dll. Pemberian antibiotik adekuat meningkatkan angka ketahanan hidup pasien VAP saat data mikrobiologik belum tersedia. antibiotik yang inadekuat menyebabkan kegagalan terapi akibat timbulnya resistensi kuman terhadap obat. Pemberian antibiotik yang dosisnya berdasarkan data kuman penyebab dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : atas pengetahuan tentang sejak awal dapat Sebaliknya, pemberian direkomendasi beserta
Pasien VAP yang mendapatkan pengobatan awal penisilin antipseudomonas ditambah penghambat -laktamase serta aminoglikosida menunjukkan angka kematian lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat antibiotik tersebut. Piperasilin-tazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan aminoglikosida (25%). Pemberian antibiotik intravena secara empiris pada pasien VAP awitan lambat atau memiliki faktor risiko patogen MDR dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: (63%) diikuti golongan
Prinsip penatalaksanaan VAP berdasarkan panduan ATS / IDSA tahun adalah: tidak menunda mengoptimalkannya. Pemilihan antimikroba empiris yaitu satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan beberapa kuman patogen sekaligus, baik bakteri maupun jamur (memiliki daya penetrasi yang baik terhadap sumber infeksi, mengacu pada pola kepekaan kuman yang ada di rumah sakit ataupun masyarakat. Melanjutkan pemberian obat antimikroba berspektrum luas sampai diketahui pasti mikroorganisme penyebab dan kepekaannya terhadap antimikroba tersebut), mempersingkat terapi menjadi masa terapi efektif minimal untuk memperkecil kejadian resistensi serta menerapkan strategi pencegahan (preventif) dengan mengetahui faktor risiko yang ada. Awalnya penatalaksanaan VAP dilakukan berdasarkan prinsip terapi eskalasi (escalation therapy) yaitu memulai terapi dengan satu jenis antibiotik misalnya sefalosporin generasi ketiga selanjutnya meningkatkan terapi dengan pemberian antibiotik lain yang memiliki spektrum lebih luas 2004 terapi yang adekuat tetapi
Pencegahan Tindakan pencegahan kolonisasi bakteri di orofaring dan saluran pencernaan. Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan antara lain: a. Mencuci tangan b. Suction c. Oral dekotaminasi d. Perubahan posisi tidur Tindakan pencegahan untuk mencegah aspirasi ke paru-paru. Selain strategi untuk mencegah kolonisasi, strategi untuk mencegah aspirasi juga dapat digunnakan untuk mengurangi risiko VAP. Strategi tersebut meliputi : a. Menyapih dan ekstubasi dini b. Posisi semi fowler
Strategi pencegahan VAP yang lain dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: a. strategi farmakologi menurunkan kolonisasi saluran cerna terhadap kuman patogen b. strategi nonfarmakologi menurunkan kejadian aspirasi. Strategi secara umum yang tidak boleh dilupakan adalah melalukan pengontrolan infeksi lokal di rumah sakit (surveilans rutin), antibiotika secara rasional serta penerapan strategi pencegahan secara efektif. (Rozaliyani dkk, 2010). yang bertujuan untuk yang bertujuan untuk kebijakan penggunaan
Diagnosa keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas. 2. Risiko syok berhubungan dengan hipoksia. 3. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan pemanajnan terhadap patogen meningkat: pemasangan selang endotracheal.